Suatu sore seorang ibu yang tak lagi muda tengah asyik meninju karung tinjunya dengan sekuat tenaga. Mengapa wanita muda yang berprofesi sebagai pengacara itu rajin berlatih tinju di Joe Frazier's Gym dan bukannya bekerja di kantornya?
Jangan kaget, dialah Jaqui, putri Smokin' Joe alias Joe Frazier yang pada 1970-an pernah mengalahkan petinju legendaris Muhammad ali. Dalam beberapa pertandingan keras lain dua kali ia hampir menang.
Ternyata hingga awal abad Millenium lalu Joe Frazier belum bisa menerima kenyataan saat manajernya melempar handuk tanda takluk di ronde terakhir "Thrilla in Manila" tahun 1975. Padahal saat itu biarpun dipukul sampai setengah buta, Frazier masih ingin terus bertarung. Ia ingin menunjukkan kepada Ali dan dunia bahwa Smokin' Joe Frazierlah yang terbesar, bukan Muhammad Ali Si Mulut Besar.
Lebih-lebih selama bertahun-tahun Ali yang kharismatik dan kesayangan media sering mengolok-oloknya di atas maupun di luar ring. Awal abad Millenium lah saatnya ia membalas dendam lewat putrinya Jaqui Frazier. Dengan tinjunya Jaqui diharapkan bisa menegakkan kehormatan keluarga, menghapus hinaan Ali.
Setali tiga uang, Jaqui pun berharap bisa mengkanvaskan Laila Ali di ring, putri bungsu musuh bebuyutannya , yang sejak tiga tahun lalu naik daun sebagai petinju prof wanita. Itu sebabnya kini setiap pagi Jaqui rajin berlatih memukul kantung pasir di sasana ayahnya.
Marvis, saudara laki-lakinya yang beberapa tahun lalu menjadi petinju kelas berat yang bermain sangat bagus, dan kini melatihnya, berpendapat serupa.
Pernyataan itu mampu menjawab teka-teki soal apa yang sesungguhnya ia cari. Bukankah sejak 1987 ia terjun menjadi pengacara dan sebagai putri bekas juara dunia tinju ia cukup kaya? Belum lagi, ia sudah menikah dan ibu dari tiga anak. lebih-lebih usianya sudah 38 tahun, kurang baik untuk memulai olahraga yang menekankan adu kekuatan.