Nama Cak Lontong dikenal luas sejak penampilannya sebagai "play maker" di acara Indonesia Lawak Klub. Bahkan ada yang bilang jika tak ada Cak Lontong di ILK, acara lawak yang awalnya mem-parodi-kan Indonesia Lawyers Club itu tidak tampil karena berhalangan, maka ILK menjadi "tidak bergigi".
Humor silogisme atau bermain dengan kata dengan cara memutarbalikkan anak kalimat tapi logis inimerupakan ciri Cak Lontong. Ada yang menduga apa yang dimainkan Cak merupakan cara bertutur atau gaya lawak para pemain ludruk di Jawa Timur. Pernah suatu ketika Cak Kartolo yang merupakan senior ludruk diundang ke ILK, dan ternyata dugaan itu benar.
Perbedaan Cak dengan pemain ludruk lainnya adalah pada bobot atau kualitas bahan pembicaraan. Sebelum masuk ke inti masalah, biasanya sarjawa teknik elektro ini mendefenisikan terlebih dahulu persoalan yang dibahas. Selanjutnya mengupasnya dengan memutarbalikkan kata-kata, dibungkus dengan logika kalimat, dan dihiasi dengan peribahasa plesetan namun tetap saja pas.
Berbicara tentang peribahasa, memang tak ada aturan main bahwa sebuah peribahsa boleh diubah atau tidak. Yang jelas, ada peribahasa yang boleh jadi tidak relevan lagi dengan kehidupan nyata di zaman sekarang. Sedangkan bagi Cak Lontong, peribahasa atau ungkapan/kutipan yang diplesetkan atau diubah dimaksudkan untuk membuat relevansi dengan topik yang diangkat di ILK.
Berikut contoh peribahasa Cak Lontong :
Maling teriak, maling lain dengar gak? Merupakan sindiran terhadap korupsi berjamaah.
Lempar batu sembunyi, eeee masih ketauan. Sindiran untuk partai oposisi agar dapat mempertanggungjawabkan program alternatif yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah.
Sedangkan seruan untuk persatuan bangsa, Cak Lontong merilis peribahasa berikut : Kalah jadi abu, menang jadi gak enak neh...kita kan bersaudara!?